Radar Madiun
[ Senin, 01 Maret 2010 ]
Melihat Perayaan Maulid Nabi di SMAN Slahung
Tanamkan Pendidikan Moral via Kesenian
Sukses tidaknya pembentukan karakter seseorang tergantung proses yang dijalani semasa remaja. Prinsip itulah yang dipegang teguh pengelola SMAN Slahung, Ponorogo. Sehingga pihak sekolah sangat selektif memberikan ruang positif bagi siswanya. Salah satunya melalui gebyar seni saat Maulid Nabi SAW.
DIDIK HARYONO, Ponorogo
---
SAYUP-SAYUP terdengar suara orang mengaji. Suara ayat Alquran itu kian jelas saat memasuki halaman SMAN Slahung. Beberapa siswi mengenakan jilbab yang berlalu lalang di depan sekolah kian menunjukkan kesan agamis sekolah di Ponorogo bagian selatan itu.
Suara orang mengaji itu ternyata bersumber dari masjid di halaman sekolah bagian barat. Tampak puluhan murid duduk terdiam di dalam masjid. Mereka tampak serius menyimak ayat Alquran. Alunan bacaan melalui pengeras suara itu menyebar ke semua lingkungan sekolah. Bahkan terdengar jelas hingga perkampungan warga.
''Hari ini bersamaan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, makanya kami optimalkan untuk kegiatan keagamaan,'' terang Kepala SMAN Slahung Budi Susanto, kemarin.
Dikatakan, pihaknya sengaja menghadirkan nuansa agamis di sekolah saat maulid. Tujuannya, agar siswa secara alamiah dan komprehensif memahami pesan moral pada perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW itu.
''Kami berharap sehari ini benar-benar memberi kesan bagi siswa sehingga terinternalisasi pada diri mereka,'' ujarnya.
Pendidikan moral menurut Budi tak hanya dilakukan saat maulid. Hampir setiap hari pihaknya menggelar berbagai kegiatan keagamaan di luar mata pelajaran formal. Seperti salat jamaah dan kegiatan remaja masjid sekolah.
''Pihak sekolah sudah berusaha maksimal, meski memang masih ada siswa yang membuat kesalahan. Hanya, jangan sampai akibat nila setitik rusak susu sebelanga,'' katanya berperibahasa.
Nuansa agamis tak hanya terlihat di masjid. Di ruang-ruang kelas juga terlihat kegiatan bernuansa agama. Seperti di ruang kelas tiga yang dipadati siswa yang mengikuti lomba kaligrafi. Khusus seni kaligrafi ini, siswa beradu kreativitas menggoreskan ayat Alquran dengan berbagai seni huruf dan pewarnaan.
''Tidak ada memang pelajaran khusus kaligrafi, tapi kami banyak yang suka,'' kata Sri Lestari, salah satu siswi.
Kaligrafi yang dibuat para murid itu pun tak sembarangan. Ada tiga tahap yang harus mereka lakukan. Mulai pembuatan skema menggunakan pensil, pewarnaan dasar, hingga penguatan warna menggunakan cat air.
''Selain keindahan kaligrafi, siswa juga dituntut memahami makna tulisan itu,'' kata Agustono, salah seorang guru.
Menurut Agus, selain kegiatan lomba tartil dan kaligrafi, pihaknya juga menggelar lomba pidato. Berbeda dengan pidato biasa, peserta dituntut pidato di halaman sekolah dengan disaksikan ratusan siswa. Tema yang diambil khusus tentang Maulid Nabi. ''Peserta selain faham materi juga harus mampu dalam penguasaan panggung, karena pidatonya secara terbuka,'' pungkasnya.***
(sad)